“Terhambatnya rekrutmen calon hakim ini tidak hanya menyangkut sistem rekrutmennya, tetapi status calon hakim sebagai pejabat negara termasuk sistem penggajiannya belum jelas,” ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur saat dihubungi hukumonline, Senin (11/7).
Menurutnya, terhambatnya rekrutmen calon hakim lantaran belum adanya regulasi khusus mengatur proses rekrutmen calon hakim sebagai pejabat negara. Soalnya, UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak mengenal nomenklatur calon pejabat negara terutama bagi jabatan hakim. Beleid ini hanya mengatur ASN bisa menjadi pejabat negara.
Tak hanya itu, tiga paket undang-undang di bidang peradilan itu tak dikenal istilah cakim. Beleid itu hanya menyebutkan proses pengangkatan hakim dilakukan oleh MA dan KY setelah memenuhi syarat-syarat menjadi hakim. Namun, putusan MK No. 43/PUU-XIII/2015 menghapus keterlibatan Komisi Yudisial (KY) dalam seleksi calon hakim bersama MA. MK menyatakan seleksi calon hakim sepenuhnya menjadi wewenang MA.
Makanya, MA tidak keberatan jika untuk sementara proses pengangkatan hakim menggunakan sistem penerimaan CPNS yang selama ini dilakukan. Selama mengikuti pendidikan calon hakim (CPNS) selama 2,5 tahun tetap mendapatkan gaji dan tunjangan sesuai sistem CPNS.
“Setelah lulus atau tidak lulus pendidikan, nanti ditentukan status hakim sebagai pejabat negara atau tetap berstatus sebagai PNS/ASN. Ke depan sambil berjalan, semua regulasi yang menyangkut rekrutmen hakim sebagai pejabat negara berikut jenjang kariernya tentu bisa disusun dan disempurnakan,” kata Ridwan menjelaskan.
Ditegaskan Ridwan, kebutuhan hakim saat ini sudah sangat urgent dan mendesak. Karena itu, seleksi pengangkatan hakim menggunakan sistem CPNS bisa jadi solusi untuk menutupi kekurangan hakim secara bertahap di tiga lingkungan peradilan. Baginya, kekurangan SDM hakim selama ini merugikan pencari keadilan, pelayanan publik menjadi terhambat, dan mempengaruhi sistem promosi-mutasi hakim di tingkat pertama.
“Sistem promosi dan mutasi terus bergerak, seseorang tidak boleh terlalu lama ditempatkan di pengadilan tertentu. Apabila pangkat/golongannya sudah tinggi, tidak mungkin dia terus-menerus ditugaskan pengadilan kelas II atau pimpinan pengadilan kelas II. Jadi, harus ada hakim yang baru,” katanya.
Dia mengungkapkan kebutuhan hakim tahun ini sekitar 1250 orang yang sudah disetujui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB). Berdasarkan analisis kebutuhan, dibutuhkan sekitar 12.845 hakim. Sementara hakim yang ada saat ini berkisar 7.600-an hakim, sehingga kekurangan 5000-an hakim.
“Belum lagi, ada sekitar 28 pengadilan baru karena pemekaran wilayah kabupaten. Tentu ini kan dibutuhkan tenaga hakim baru,” lanjutnya.
Untuk itu, MA masih menunggu keputusan pemerintah terkait kapan penerimaan calon hakim bisa dilaksanakan tahun ini. Sebab, rencana penerimaan bulan Juli 2016 ini sepertinya urung dilaksanakan. Padahal, MA sudah menganggarkan biaya pelaksanaan rekrutmen calon hakim untuk tahun ini. “Jangan sampai anggaran ini ‘hangus’, artinya dikembalikan lagi seperti tahun-tahun sebelumnya.”
Hingga kini, sejumlah lembaga terkait masih melakukan pertemuan untuk menggodok proses pelaksanaan penerimaan calon hakim ini. “Badan Urusan Administrasi MA masih terus melakukan pertemuan dengan Kemenpan dan RB, Sekneg, Kementerian Keuangan, dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Ini masih proses, mudah-mudahan dalam waktu dekat ada titik temu dan tidak terlalu lama sudah bisa dilaksanakan,” harapnya.
Sebelumnya, Februari 2015 lalu, Menpan dan RB Yuddy Chrisnandi pernah mengusulkan agar proses rekrutmen cakim bisa menggunakan jalur seleksi CPNS untuk menutupi kekurangan hakim di berbagai pengadilan tingkat pertama. Sebab, jika menunggu terbitnya Perpres tentang Pembiayaan Pendidikan Cakim yang lulus seleksi pengangkatan cakim semakin lama.
Pemerintah sendiri menilai hakim menjadi pejabat negara ketika dipastikan setelah lulus pendidikan dan pelatihan hakim selama dua tahun, sehingga akan tunduk pada PP No. 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim. Bagi pemerintah rekrutmen CPNS dibuka terlebih dulu untuk formasi hakim yang jumlahnya sudah ditentukan MA dan KY. Selama CPNS menjadi urusan pemerintah. Nantinya, kalau sudah lulus CPNS dan pendidikan hakim menjadi urusan MA dan KY.
SP: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5783831d0db7f/persoalan-ini-jadi-penghambat-rekrutmen-calon-hakim